Ruh Keagungan Islam Dalam Hari Raya Idul Adha
الحمد لله على نعمة الايمان والاسلام
Artinya:segala
puji bagi Allah atas ni’mat iman dan ni’mat Islam.
Kalimat tadi sering diucapkan oleh orang-orang
dahulu dalam doanya, di mana ma’nanya sendiri merupakan bentuk syukur atas
ni’mat iman yang diberikan Allah, karena dia termasuk orang yang percaya penuh
pada Allah, dan telah digolongkan ke dalam orang Islam yang menaati segala
peraturan-Nya.
Kebanggaan seorang muslim bukan terletak pada
keelokan paras, bukan pada gelimang harta benda, bukan pula pada tahta dan
jabatannya, tapi kebanggannya terletak pada iman dan Islam.Hal ini bukan tanpa alasan, karena Islam
selain universal bagi seluruh umat manusia, juga komprehensif dalam mengatur penganutnya,
bahkan untuk sekedar makan, ada aturan yang jelas dalam Islam apalagi hari
raya.
Sahabat Anas RA menceritakan bahwa pada zaman
jahiliah mereka mempunyai dua hari yang dijadikan hari main-main, ketika
Rasulullah ﷺ sampai di Madinah Rasulullah ﷺ bersabda:
كَانََ لَكُُمْ يَوْمَانِ تَلْعَبُونَ فِيْهِمَاوَقَدْاَبْدَلَكُمْ الله ُبِهِمَاخَيْرًامِنْهُمَا يَوْمَ الْفِطْرِوَيَوْمَ الْنَحْرِ
Artinya:
Dulu kalian punya dua hari yang di kalian bermain-main di hari itu, sedangkan
Allah telah mengganti dua hari itu dengan yang lebih baik darinya, Hari Fitri
(Idul Fitri) dan Hari Nahar (Idul Adha).
(HR An-Nasai)
Dalam hadits ini Allah mengganti hari
main-main yang dimiliki penduduk Madinah, dengan dua hari raya yang lebih banyak muatan positifnya daripada
sekedar untuk main-main.
Baca juga; 3 keutamaan bulan ramadhan paling besar
Tidak sampai di situ, dalam Idul Adha juga
tidak diperintah berfoya-foya, apalagi main-main, disana ada dua perintah penting
berkaitan dengan ritus peribadatan dan sosial kemasyarakatan.
Allah berfirman :
فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ
Artinya:Maka salatlah kamu pada Tuhan kamu, dan
berkurbanlah (QS Al-kautsar: 2 )
Oleh Imam Jalaluddin al-Mahalli dijelaskan bahwa salat di ayat ini adalah salat Idul Adha. Sedangkan penyebutan salat dan kurban secara khusus dalam ayat ini menurut ash-Shawi dikarenakan salat adalah pusat dari berbagai macam ibadah serta tiang agama, dan dikarenakan dalam berkurban terdapat pemberian makanan, atau pemenuhan hak manusia. Maka dari itu dalam perintah ini terdapat unsur pemenuhan hak Tuhan (ibadah), dan unsur pemenuhan hak manusia (sosial) secara bersamaan.
Berkaitan dengan nilai sosial dalam Idul Adha,
dalam hadis riwayat Ahmad, Rasulullah ﷺ dalam haji Wada’
pernah berkurban sebanyak seratus unta dari hartanya sendiri, yang enam puluh
ditangani sendiri, dan sisanya di serahkan ke orang lain.
Baca juga; Mendapat Pahala berlimpah dengan niat berkah
Dalam Idul Adha juga terdapat sejarah tentang
prototype keluarga sempurna yang begitu taat pada agamanya. Nabi Ibrahim,
seorang ayah yang telah dikaruniai anak muda
sekitar umur tujuh atau tiga belas tahun, umur yang sudah bisa membantu
orang tuanya, rela mengorbankan anak semata wayangnya karena cinta tulusnya
pada Tuhan melebihi cinta pada anaknya sendiri.
Meskipun Nabi Ibrahim pasrah penuh pada
perintah Tuhan dia masih menanyakan pendapat anaknya agar tenang dan patuh pada
penyembelihan. Sang anakpun menyambut perintah itu dengan penuh kepatuhan.
Namun demikian pada zaman ini, orang-orang
kerapkali merayakan Idul Adha dengan cara-cara yang tidak Islami, mereka
berfoya-foya dengan hartanya tanpa memandang hakikat keagungan Idul Adha. Oleh
karena itu kebanggaan kita sebagai orang Islam juga perlu disyukuri dengan
cara-cara yang Islami pula. Wallahu A’lam
Muzammilmustofa/tauiyah
Oleh;Ust Muzammil mustofa
EmoticonEmoticon