Ushul fiqh adalah
satu disiplin ilmu yang dianggap sulit oleh berbagai kalangan. Mulai dari
kalangan awam sampai kalangan khawash. Sebab,untuk memahaminya membutuhkan
pemahaman disiplin ilmu yang lain. Semisal,ilmu hadits, manthiq, balaghoh,
nahwu, shoroof, fiqih lintas madzahab dll. Tanpa perangkat ini, seseorang akan
sulit untuk memahami ilmu ushul fiqh dengan baik.
Ilmu ushul fiqh
adalah ilmu yang di gunakan oleh para mujtahid mutlak untuk menggali hukum
lansun dari sumber utama hukum Islam; Al-Quran dan hadits. Kegiatan berijtihad
ini sudah berjalan semenjak masa sahabat. Namun, semenjak beberapa ratus tahun
yang silam diamana Madzahibul arba’ah telah berdiri kokoh pintu ijtihad ditutp
oleh para ulama. Namun, bukan berarti ijtihad tidak mungkin untuk di terapkan
untuk zaman sekarang. Sebab, Ijtihad ( pengaplikasian ilmu Ushul Fiqh ) adalah
perkara mungkin / Jaiz. Namun, yang perlu digaris bawahi dan dipertanyakan
adalah pantaskah kita berjitihad dengan keterbatasan ilmu kita ? bahkan
terkadang orang-orang yang meneriakkan untuk berijtidad itu tidak bisa baca
kitab kuning. Mebaca saja masih belum bisa, apalagi mau menggali sebuah hukum.
Diakui atau tidak hampir atau bahkan tidak ada sama sekali orang yang memiliki
kemampuan, keahlian, keuletan ke dhobt an seperti iman as-Syafi’i, imam,
maliki, imam ahmad bin hambal dan imam Abu hanifah. Pernah suatu ketika imam
ahmad bin hambal ditanyakan “ apakah bisa orang yang sudah hafal 200.000 hadits
berijtihad ?” beliau menjawab “ belum bisa” lantas dia tanya lagi “ kalau
300.000 hadits ? beliau menjawab “ belum bisa “ kalau 400.000 hadits ? beliau
menjawab “ mungkin bisa “. Hal ini menunjukkan betapa beratnya melakukan
aktifitas ijtihad ( pengaplikasian ilmu ushul fiqh ).
Syarat-syarat
bagi mujtahid yang dikemukakan oleh para ulama dalam kitab-kitab ushul
fikih/fiqh buatan rekayasa belaka. Para ulama menampilkan syarat-syarat itu
sebagai sebuah kelaziman/ keharusan yang harus di penuhi oleh para mujtahid.
Maksudnya, perumpamaannya seperti ketika seseorang ingin mengajarkan bahasa
kepada keluarganya, maka kelazimannya ( keharusan yang bersifat tuntutan
tersendiri ) ia harus mampu behbahasa arab, menguasai ilmu alat; nahwu shorof
dll. Meskipun perangkat ini bukan syarat, namun harus dipenuhi. Jadi, bagaimana
mana mungkin kita akan berijtihad ( menerapkan ilmu ushul fiqh/fikih untuk
menggali hukum dari al-Quran dan hadits ) tanpa memiliki perangkat-perangkat
pendukung. Semisal, ilmu manthiq, fikih lintas madzhab, hadits, tafsir, dll.
Baca Juga : Imam Malik Dengan 16 Landasan Hukum
Tapi, meskipun
kegiatan ijtihad tidak mungkin kita lakukan, bukan bererati kita tidak perlu
lagi mempelajari ilmu ushuil fiqh.
Sebab, ada beberapa tujuan di dalam mempelajari ilmu ushul fikih yang harus
kita ketahui.
Tujuan Belajar
Ilmu Ushul Fiqh
1-Ushul fiqh
sebagai alat untuk berijtihad. Ini merupakan tujuan awal dari ilmu ushul fikih
itu sendiri. Namun ini hanya berlaku bagi mereka yang sudah memiliki kemampuan
khusus sesuai dengan standart mujtahid.
2-Dengan ushul
fiqh kita bsa mengetahui bagaimana cara ulama di dalam menggali sebuah hukum
dari al-Quran, sehingga kita menghargai jerih payah para ulama dan tidak anti
pati terhadap pendapat ulama yang dianggap tidak mu’tabar.
3-metodologi
ushuil fiqh dapat membantu kita dalam membentengi akidah kita (aswaja) dari
aliran-aliran yang berusaha menggoyahkan prinsip-prinsip pokok. Sebab, di dalam
ushul fiqh membahas bagaimana cara berdebat, masalikul illat dll.
EmoticonEmoticon