Saturday, 26 November 2016

Hujjah Hadits Mursal, Diterima Atau Ditolak?

Tags

Hadits mursal adalah sebuah hadits yang disandarkan langsung oleh tabiin kepada Nabi tanpa menyebutkan sahabat, baik berupa ucapan, tindakan, atau taqrir (ketetapan). Bisa jadi penyandaran langsung tersebut dilakukan oleh tabiin besar, yaitu mereka yang banyak bertemu sahabat dan sering meriwayatkan hadits dari mereka, semacam said bin musayyab. Atau, oleh tabiin kecil, yaitu mereka yang pernah bertemu dengan salah satu sahabat, semacam az-Zuhri. Bisa juga irsal dilakukan oleh seorang sahabat yang menyandarkan langsung pada Rasulullah SAW., padahal ia sendiri tidak pernah mendengar atau menyaksikan langsung dari Nabi SAW. Terhadap peristiwa yang ia ceritakan. Hanya saja ia mengetahui hal itu dari sahabat lain, dan tidak menyebutkannya ketika meriwayatkan hadits tersebut.

Pada dasarnya, hukum asal hadits mursal adalah daif dan ditolak, karena tidak memenuhi syarat untuk dikatakan maqbul, berupa persambungan sanad dari awal sampai akhir. Selain itu, dalam hadits mursal tidak diketahui identitas rawi yang terbuang, karena bisa jadi yang terbuang bukan dari kalangan sahabat, melainkan tabiin. Jika demikian, tentu ada kemungkinan bahwa rawi tersebut lemah (daif). Namun, ada pertimbangan lain, dalam hadits mursal sebagian besar yang terbuang adalah sahabat, sedangkan sahabat semuanya ‘udul  yang tidak perlu dikorek lebih jauh kualitas dan integritasnya. Atas dasar pertimbangan itulah, para ulama berbeda pendapat dalam menghukumi status hadits mursal, dan yang paling masyhur ada tiga pendapat.

Hujjah Hadits Mursal, Diterima Atau Ditolak?

1.      Boleh digunakan sebagai hujah secara mutlak. Ini adalah pendapat Abu Hanifah dan Malik bin Anas serta sejumlah fukaha, muhaddisin, dan ahli usul fikih. Walaupun demikian, dari pendapat mereka tetap ada yang menyaratkan harus diriwayatkan oleh rawi siqah. Sebab, kata mereka, seorang tabiin yang siqah tidak mungkin mengatakan “Rasulullah bersabda” keculai ia mendengar dari rawi siqah. Akan tetapi, dari pendapat ini sebagian mereka berlebihan dalam menyanjung hadits mursal sehingga menguatkannya melebihi hadits musnad. Ia berkata “ barang siapa meriwayatkan dengan isnad, maka ia telah menyerahkan putusan kepadamu dan siapa yang yang meriwayatkan secara mursal berarti ia telah menjamin bagimu”.

2.      Hadits mursal adalah lemah  (daif) dan tidak bisa digunakan sebagai hujah (mardud). Ini adalah pendapat mayoritas muhaddis dan sebagian besar ulama usul fikih. Dasar mereka, karena rawi yang terbuang tidak diketahui pasti, masih dimungkinkan bukan dari kalangan para sahabat.
3.      Dipilah; bisa diterima jika memenuhi syarat dan ditolak jika sebaliknya. Ini merupakan pendapat asy-syafi’i dan sebagian ahli. Syarat yang dimaksud adalah

a.      Rawi yang memursalkan (musril) termasuk tokoh pembesar tabiin.
b.      Orang yang apabila menyebut orang yang meriwayatkan mursal itu adalah orang yang siqah.
c.       Para ahli hafal yang dapat dipercaya ikut serta dengannya, dan tidak berselisih.
d.      Tiga syarat di atas memuat salah satu dari empat hal berikut: 1) hadis musral dikuatkan denga jalur lain secara musnad; 2) hadis mursal dikuatkan jalur lain dari jalur mursal yang di-irsal-kan oleh orang yang meriwayatkan dari hadis dari selain rawi yang meng-irsal; 3) hadits mursal sejalan dengan pendapat sahabat; 4) sebagian besar ahli ilmu berfatwa.

Semua ini berlaku pada hadist mursal yang dilakukan oleh tabiin. Adapaun pada irsalus-sahabi semua syarat di atas tidak berlaku, karena terbuangnya sahabat tidak perlu dipersoalkan. Sebagaimana diketahui, salah satu pengetahuan nama seorang rawi adalah ingin mengetahui identitas dan kualitas yang dimiliki. Adapun sahabat, hal itu tidak perlu dilakukan, sebab semua sahabat ‘udul.


Artikel Terkait


EmoticonEmoticon