5 Cara Memilih Teman Yang Baik Ala Imam al-Ghazali
Sering kita dengar ungkapan “Siapa yang berteman dengan penjual
minyak wangi, maka tubuhnya akan ikut menjadi wangi.” Sepintas, ungkapan ini
ada benarnya. Karena pada umumnya, manusia memang memiliki watak peniru. Mereka
cenderung meniru tingkah atau perilaku orang-orang yang dekat dengan mereka.
Oleh karenanya, jika kita ingin tahu karakter seseorang, jangan bertanya
langsung pada orangnya, tapi tanyalah pada kawan dekatnya. Karena merekalah
yang lebih tahu kepribadiannya.
Maka, tak sembarang orang bisa dijadikan teman. Sebagaimana
penuturan Imam al-Ghazali dalam Bidâyatul-Hidâyah, bahwa teman itu ada
tiga macam; teman untuk akhirat, teman untuk dunia, dan teman yang merugikan.
Teman untuk akhirat perumpamaannya seperti makanan, dimana tak seorang pun yang
tidak membutuhkannya. Teman untuk dunia, diibaratkan seperti obat, yang hanya
digunakan bila diperlukan saja. Dan terakhir, teman yang merugikan, diumpamakan
penyakit yang bukan saja tidak dibutuhkan, tapi terkadang malah menyengsarakan
orang. Imam al-Ghazali lalu merumuskan
lima kriteria yang harus kita perhatikan dalam memilih teman.
Pertama, Pintar. Berkawan dengan orang yang pintar,
akan membawa manfaat yang bisa kita rasakan. Selain bisa memotivasi kita untuk
lebih giat belajar, secara tidak langsung kita juga akan kecipratan kecerdasan
kawan kita itu. Sebaliknya, berteman dengan orang bodoh hanya membuang-buang
waktu. Malah, mereka hanya akan merepotkan dan memanfaatkan kita.
Kedua, akhlak yang baik. Ini merupakan salah satu sifat yang mutlak
dibutuhkan dalam memilih teman. Berteman atau berkumpul dengan seseorang yang
berakhlak buruk –lebih-lebih orang kafir (seperti menghadiri dan ikut merayakan
hari besar mereka, meliputi Tahun Baru, Natal, dls) akan membutakan mata hati.
Habib Abdullah al-Haddad dalam Risâlatul-Muâwanah-nya dawuh, “Berkumpul
dengan orang berkarakter buruk akan membuat hati mencintai dan suka melakukan
keburukan.”
Ketiga, saleh. Berteman dengan orang fasik yang terus
menerus melakukan kemaksiatan, cepat atau lambat akan memberikan dampak negatif
bagi diri kita. Sisi negatif yang paling nampak yaitu tidak benci bila melihat
kemaksiatan, bahkan kita akan memandang biasa perbuatan maksiat, buah dari
seringnya berkumpul dengan orang fasik.
Keempat, tidak rakus (tamak). Memilih teman yang rakus
terhadap dunia adalah pilihan yang salah. Sebab, sebagaimana jamak diketahui,
manusia suka meniru hal-hal yang ada di sekitarnya. Maka, jika kita tetap
berteman dengan tipe orang seperti ini, boleh jadi sifat rakus dunia yang
dimiliki kawan kita akan menular pada kita. Sehingga kita juga akan cinta pada
dunia dan terjerat dalam perangkap setan.
Kelima, jujur. Kriteria terakhir ini juga patut
diperhatikan. Pada kenyataannya, seorang pencuri sekalipun pasti akan mencari
kawan yang jujur. Karenanya, hendaknya menjauhi seseorang yang suka berdusta.
Imam al-Ghazali mengibaratkan orang seperti ini “laksana fatamorgana yang bila
jauh tampak dekat olehmu, tapi bila dekat kelihatan jauh.”
Teman yang ideal adalah yang memiliki ciri-ciri dan sifat seperti
di atas. Teman ideal, juga tercermin dalam wasiat Imam Alqamah al-Utharidi pada
anaknya menjelang kewafatan beliau, “Bertemanlah dengan orang yang bila dia
melihatmu berbuat baik, ia akan mendukungmu. Dan jika melihatmu berbuat buruk,
ia akan mengingatkanmu dengan baik.” Nasehat beliau ini sesuai dengan adagium
Arab populer tentang filosofi sahabat sejati,
صَدِيْقُكَ مَنْ صَدَقَكَ لَا مَنْ
صَدَّقَكَ
“Kawan
sejati, adalah dia yang berkata benar padamu, bukan yang selalu membenarkanmu
(meskipun salah).”
Qoimuddin
EmoticonEmoticon