Friday, 12 May 2017

5 Cara Memilih Teman Yang Baik Ala Imam al-Ghazali

Tags

5 Cara Memilih Teman Yang Baik Ala Imam al-Ghazali

Sering kita dengar ungkapan “Siapa yang berteman dengan penjual minyak wangi, maka tubuhnya akan ikut menjadi wangi.” Sepintas, ungkapan ini ada benarnya. Karena pada umumnya, manusia memang memiliki watak peniru. Mereka cenderung meniru tingkah atau perilaku orang-orang yang dekat dengan mereka. Oleh karenanya, jika kita ingin tahu karakter seseorang, jangan bertanya langsung pada orangnya, tapi tanyalah pada kawan dekatnya. Karena merekalah yang lebih tahu kepribadiannya.

Maka, tak sembarang orang bisa dijadikan teman. Sebagaimana penuturan Imam al-Ghazali dalam Bidâyatul-Hidâyah, bahwa teman itu ada tiga macam; teman untuk akhirat, teman untuk dunia, dan teman yang merugikan. Teman untuk akhirat perumpamaannya seperti makanan, dimana tak seorang pun yang tidak membutuhkannya. Teman untuk dunia, diibaratkan seperti obat, yang hanya digunakan bila diperlukan saja. Dan terakhir, teman yang merugikan, diumpamakan penyakit yang bukan saja tidak dibutuhkan, tapi terkadang malah menyengsarakan orang.  Imam al-Ghazali lalu merumuskan lima kriteria yang harus kita perhatikan dalam memilih teman.

5 Cara Memilih Teman Yang Baik Ala Imam al-Ghazali


Pertama, Pintar. Berkawan dengan orang yang pintar, akan membawa manfaat yang bisa kita rasakan. Selain bisa memotivasi kita untuk lebih giat belajar, secara tidak langsung kita juga akan kecipratan kecerdasan kawan kita itu. Sebaliknya, berteman dengan orang bodoh hanya membuang-buang waktu. Malah, mereka hanya akan merepotkan dan memanfaatkan kita.

Kedua, akhlak yang baik. Ini merupakan salah satu sifat yang mutlak dibutuhkan dalam memilih teman. Berteman atau berkumpul dengan seseorang yang berakhlak buruk –lebih-lebih orang kafir (seperti menghadiri dan ikut merayakan hari besar mereka, meliputi Tahun Baru, Natal, dls) akan membutakan mata hati. Habib Abdullah al-Haddad dalam Risâlatul-Muâwanah-nya dawuh, “Berkumpul dengan orang berkarakter buruk akan membuat hati mencintai dan suka melakukan keburukan.”

Ketiga, saleh. Berteman dengan orang fasik yang terus menerus melakukan kemaksiatan, cepat atau lambat akan memberikan dampak negatif bagi diri kita. Sisi negatif yang paling nampak yaitu tidak benci bila melihat kemaksiatan, bahkan kita akan memandang biasa perbuatan maksiat, buah dari seringnya berkumpul dengan orang fasik.

Keempat, tidak rakus (tamak). Memilih teman yang rakus terhadap dunia adalah pilihan yang salah. Sebab, sebagaimana jamak diketahui, manusia suka meniru hal-hal yang ada di sekitarnya. Maka, jika kita tetap berteman dengan tipe orang seperti ini, boleh jadi sifat rakus dunia yang dimiliki kawan kita akan menular pada kita. Sehingga kita juga akan cinta pada dunia dan terjerat dalam perangkap setan.

Kelima, jujur. Kriteria terakhir ini juga patut diperhatikan. Pada kenyataannya, seorang pencuri sekalipun pasti akan mencari kawan yang jujur. Karenanya, hendaknya menjauhi seseorang yang suka berdusta. Imam al-Ghazali mengibaratkan orang seperti ini “laksana fatamorgana yang bila jauh tampak dekat olehmu, tapi bila dekat kelihatan jauh.”

Teman yang ideal adalah yang memiliki ciri-ciri dan sifat seperti di atas. Teman ideal, juga tercermin dalam wasiat Imam Alqamah al-Utharidi pada anaknya menjelang kewafatan beliau, “Bertemanlah dengan orang yang bila dia melihatmu berbuat baik, ia akan mendukungmu. Dan jika melihatmu berbuat buruk, ia akan mengingatkanmu dengan baik.” Nasehat beliau ini sesuai dengan adagium Arab populer tentang filosofi sahabat sejati,
صَدِيْقُكَ مَنْ صَدَقَكَ لَا مَنْ صَدَّقَكَ
“Kawan sejati, adalah dia yang berkata benar padamu, bukan yang selalu membenarkanmu (meskipun salah).”
Qoimuddin

Artikel Terkait


EmoticonEmoticon