Musik Dalam Pandangan Islam; Hukum, Ketentuan dan Syaratnya
Dewasa ini, kemajuan zaman dan teknologi telah
menyerang semua aspek kehidupan manusia, salah satunya dalam hal seni musik.
Musik telah berkembang dengan begitu pesatnya, radio dan televisi merupakan
alat penyebar seni musik bahkan media massa pun banyak yang membahas masalah musik. Masalah
yang akhirnya muncul adalah pengidolaan penyanyi atau grup band secara
berlebihan. Bahkan pengidolaan tak jarang diikuti dengan perilaku-perilaku yang
bertentangan dengan syariat Islam, karena hanya mengikuti tren dan mengidentifikasikan
diri kepada sang penyanyi yang menjadi idola. Padahal di Indonesia sendiri
jumlah umat Muslim yang ada sangatlah dominan.
Seyogyanya,
sebagai seorang Muslim yang harus kita ikuti adalah perilaku Rasulullah SAW. bukanlah
lagu/nyanyian/musik yang dilantunkan oleh biduan dan biduanita di sana. Dan
lagu ataupun musik adakalanya membuat kita lupa akan kesusahan yang sedang kita
alami sehingga diri kita terasa terhibur, bahkan ada kalanya juga membuat kita
lupa kepada Allah I. Oleh
karenanya, ada sebagian para ulama yang mengharamkannya.
Dari
berbagai masalah tadi, bagaimana sebenarnya pandangan Islam (Al-Qur’an dan
Hadis) terhadap Musik? Benarkah musik/nyanyian itu haram? Itulah masalah yang
akan kita bahas dalam artikel ini. artikel ini akan berusaha untuk mengupas
masalah itu dengan merujuk kepada pendapat para ulama.
Masalah
musik atau nyanyian memang masih mengalami perdebatan dalam menghukuminya.
Ketika musik didendangkan, masyarakat Muslim terbagi atas tiga golongan. Pertama,
golongan yang mendengarkan dengan seksama bahkan ikut berdendang (golongan
inilah yang terbanyak). Kedua, ada yang menutup telinga, atau setidaknya
mengacuhkan nyanyian yang ia dengar karena beranggapan bahwa nyanyian itu
adalah seruling setan. Ketiga, golongan yang oportunis, suatu saat
condong kepada golongan yang satu, sedangkan pada saat yang lain justru condong
kepada golongan yang kedua.
Dari Segi Ruh Islam
Tidak
ada sesuatu pun dalam nyanyian melainkan bahwa ia termasuk kesenangan dunia
yang dapat dinikmati oleh hati dan pikiran, dirasakan baik oleh naluri, dan
disukai oleh pendengaran. Ia adalah kelezatan telinga, sebagaimana makanan yang
baik merupakan kelezatan pencernaan, pemandangan yang indah merupakan kelezatan
bagi mata, bau yang sedap merupakan kelezatan bagi hidung, dan sebagainya.
Dalam
Islam sesuatu yang baik bukanlah yang dianggap baik oleh hati dan akal yang
sehat, melainkan suatu yang telah dihalalkan oleh Allah I sebagai rahmat bagi umat ini, karena
keumuman (universalitas) risalah-Nya dan keabadian-Nya. Allah I berfirman:
“Mereka menanyakan kepadamu (Muhammad): ’Apakah yang
Dihalalkan bagi mereka?’ Katakanlah: ‘Dihalalkan bagimu yang baik-baik ….”
(Al-Maidah []:4)
Allah
I tidak memperkenankan seorang pun manusia untuk
mengharamkan atas dirinya atau atas orang lain akan sesuatu yang baik yang
telah diberikan oleh Allah I, meskipun
diniati mencari rida-Nya. Sebab, menghalalkan dan mengharamkan sesuatu itu
merupakan hak prerogatif Allah I semata, tidak ada hak sama sekali
bagi manusia untuk ikut campur. Allah I berfirman:
Katakanlah
(Muhammad): “Terangkanlah kepadaku tentang rezeki yang diturunkan Allah I kepadamu, lalu kamu jadikan
sebagiannya haram dan (sebagiannya) halal”. Katakanlah (Muhammad): “Apakah
Allah I telah memberikan izin kepadamu (tentang ini) atau kamu
mengada-ada saja terhadap Allah I ?” (QS.
Yunus: []:59)
Allah
I menganggap perbuatan mengharamkan
rezeki yang baik yang telah dihalalkan itu sama halnya dengan menghalalkan
kemungkaran yang telah diharamkan. Kedua macam perbuatan ini akan mendatangkan
kemurkaan dan azab Allah I, dan
mencampakkan pelakunya ke lembah kerugian yang terang dan kesesatan yang jauh.
Kalau
kita renungkan, niscaya kita dapati bahwa mencintai nyanyian dan menyukai suara
musik yang merdu itu hampir sudah menjadi insting dan fitrah manusia, sehingga
jika ada anak kecil (bayi) yang menangis dapat ditenangkan dengan lantunan
nada-nada merdu.
Bahkan
dapat kita katakana bahwasanya burung-burung dan binatang pun terkesan oleh
suara dan irama yang merdu, sehingga Imam Ghazali mengatakan dalam kitab Ihya’
Ulumiddin, “Barang siapa yang tidak tertarik mendengarkan suara yang merdu,
maka dia memiliki kelainan, menyimpang dari keseimbangan, jauh dari hal-hal
yang bersifat kerohanian, lebih keras perasaannya dari pada unta, burung, dan
semua jenis binatang, karena unta dengan tabiatnya yang tolol itu merasa terpengaruh
oleh ladam yang dikenakan orang kepadanya sehingga ia merasa ringan membawa
beban yang berat.”
Apabila
nyanyian atau musik tergolong dalam jenis permainan atau hiburan, maka hiburan
dan permainan itu tidaklah haram, sesungguhnya manusia tidak sabar terhadap
keserasian yang mutlak dan kekerasan yang abadi.
Nabi Muhammad
r pernah bersabda
kepada Hanzhalah, ketika Hanzhalah mengira dirinya telah menjadi munafik karena
ia bersenang-senang dengan istri dan anak-anaknya serta karena sikapnya yang berbeda
ketika ia di rumah dan ketika berada di sisi Rasulullah r:
يَا حَنْظَلَةُ، سَاعَةً وَسَاعَةً. (رواه مسلم)
“Hai Hanzhalah, suatu saat begini dan suatu saat
begitu.” (HR Muslim)
Apabila
permainan atau hiburan (dalam hal ini adalah musik dan atau nyanyian) dilakukan
dengan niat untuk menyegarkan pikiran untuk bisa kembali bekerja dengan baik
dan melakukan kebenaran serta digunakan untuk menghilangkan kejenuhan, maka dapat
dinilai sebagai qurbah (mendekatkan diri kepada
Allah).
Ketentuan dan Syarat yang Harus Dipelihara
Meskipun
secara umum mendengarkan musik/nyanyian diperbolehkan, namun juga harus ada
ketentuan yang layak dipenuhi, di antaranya:
1. Tema Harus Sesuai dengan Adab Islam,
Musik
yang boleh didengarkan atau dimainkan tidak boleh dimaksudkan untuk mengagungkan
kemaksiatan, misalnya minuman keras, rokok, dan perzinahan. Juga bukan untuk
memuji penguasa zalim dan wanita atau lelaki mata keranjang (tema cinta dan
mesum).
“Katakanlah kepada laki-laki yang beriman, ‘Hendaklah
mereka menahan pandangannya…!” (QS. An Nur []:30)
“Dan katakanlah kepada wanita yang beriman, ‘Hendaklah
mereka menahan pandangannya…!” (An Nur []:31)
2. Gaya dan Penampilan Harus Sopan.
Kadangkala
musik dan nyanyian seseorang tidak melanggar hukum Islam, namun penampilan
penyanyi/pemusik dalam membawakannya dengan nada dan gaya sedemikian rupa,
sengaja mempengaruhi dan membangkitkan syahwat dan hati yang berpenyakit. Maka,
musik/nyanyian yang demikian ini hukumnya menjadi haram, syubhat atau makruh.
3. Pementasan Musik Jangan Disertai Sesuatu yang Haram
Sesuatu
yang haram yang biasanya mengikuti nyanyian atau musik adalah minuman keras
(khamr) dan menunjukkan aurat, atau membaur antara pria dan wanita tanpa batas.
Inilah yang menyebabkan acara musik dan nyanyi-nyanyian menjadi haram.
Yang
perlu untuk diingat adalah, pada zaman dulu, lantunan musik hanya bisa
didengarkan dengan cara mendatangi tempat penyanyi dan pemusik secara langsung
(sebelum adanya teknologi audio). Acara seperti ini yang sering disertai dengan
maksiat. Namun sekarang musik bisa didengarkan di rumah sendiri-sendiri.
Jadi,
yang haram bukan musiknya secara mutlak tapi bagaimana cara kita mendengarkan
musik itu sendiri, kalau kita cuma mendengarnya dari Mp3, mp4, dsb, tentunya
tidak ada hukum haram di situ.
4. Kita Harus Menyeimbangkan Agama dan Duniawi
Karena
manusia tidak hanya terdiri dari perasaan, dan perasaan itu bukan cuma cinta
semata-mata. Cinta itu sendiri bukan khusus untuk wanita saja, dan wanita tidak
hanya terdiri dari tubuh dan syahwat. Hendaknya kita melakukan pembagian yang
adil di antara nyanyian/musik, program, dan seluruh dimensi kehidupan.
5. Tergantung Individu Masing-Masing
Setiap
individu bisa menjadi ahli Fiqih dan mufti (penetap hukum) bagi dirinya
sendiri. Apabila musik yang didengarkan lebih banyak mudharat bahkan maksiat
hendaklah dia menjauhinya.
Pada
dasarnya segala sesuatu yang ada di dunia ini adalah boleh dilakukan kecuali
yang telah telah ditentukan keharamannya oleh Allah I. Begitu pula
dengan musik atau nyanyian.Oleh karenanya, dari beberapa penjelasan di atas
bisa kita simpulkan bahwa hukum dari musik adalah boleh, sebab alasan yang
diberikan oleh mereka yang mengharamkan secara mutlak masih belum kuat. Namun
demikian, hukum boleh yang melekat pada musik tidaklah mutlak juga, melainkan
bisa berubah menjadi haram ketika diikuti dengan tindakan-tindakan maksiat yang
barang tentu sudah dilarang oleh syariat Islam sejak dulu.
Syah Jalal
EmoticonEmoticon