Wednesday, 2 May 2018

Pengertian dan Hukum Puasa Dahr (Puasa Setiap Hari Sepanjang Tahun)

Pengertian dan Hukum Puasa Dahr (Puasa Setiap Hari Sepanjang Tahun)-Memang,  puasa dalam Islam adalah salah satu bentuk amalan untuk mengabdikan diri kepada Allah SWT yang akan berbuah pahala.  Namun, ada beberapa hal yang perlu diketahui dan dipahami oleh umat Islam bahwa di dalam diri kita,  disamping ada hak Allah juga ada hak diri dan keluarga kita.  Kita tidak boleh egois dan terlalu gregetan dalam beribadah yang dapat mengabaikan hak orang lain.

Pernah suatu ketika ada sahabat bertekad untuk tabatul,  ada yang ingin puasa setiap hari,  ada yang tidak ingin menikah demi fokus ibadah kepada Allah dan ada yang ingin tidak tidur sepanjang malam untuk sholat.  Namun,  Nabi tampak tidak suka dengan tekad mereka lantas Nabi berkata bahwa Nabi itu makan (tidak puasa setiap hari), menikah dan tidur.  Barang siapa yang tidak suka sunnahku kata Nabi,  maka dia bukan golongan ku.
Pengertian dan Hukum Puasa Dahr (Puasa Setiap Hari Sepanjang Tahun)


Pengertian Puasa Dahr

Puasa dahr adalah puasa yang dilakukan setiap hari sepanjang tahun.  Biasanya,  puasanya ini dilakukan oleh orang yang memiliki ghirah tinggi untuk mengabdi kepada Allah namun tidak dibekali keilmuan yang mapan.  Sehingga hukumnya terbalik,  yang awalnya berhukum sunnah berbalik menjadi makruh.

Hukum Puasa Dahr

Mengenai hukum puasa dahr,  puasa setiap hari sepanjang tahun terdapat pengklasifikasian.  Hal ini dipicu oleh adanya literasi hadis yang tanpak bertentangan dengan yang lain. Dalam satu hadis disebutkan:

لا صام من صام الابد

Artinya: “tidak ada puasa sepanjang tahun”

Namun dalam hadis lain disebutkan:

من صام الدهرضيقت عليه جهنم هكذا،  وعقد تسعين

Artinya: “barangsiapa yang puasa dahr menjadi sempit baginya neraka jahannam (maksudnya, ia tidak akan masuk neraka jahannam).

Dari kedua hadis diatas,  para ulama mengklasifikasi huku puasa dahr. Pertama, makruh sesuai dengan apa yang termaktub dalam hadis yang pertama.  Disamping itu ada hadis lain yang memperkuat argument ini. Bahwa Allah punya hak atas mu, keluarga mu juga punya hak atas mu, begitu juga jasadmu. Lebih lanjut para ulama menjelaskan bahwa kemakruhan ini berlaku bagi mereka yang hawatir terjadi sesuatu yang tidak diinginkan (dharar) atau terbengkalai hak,  baik yang bersifat wajib atau sunnah.
Kedua, sunnah bagi mereka yang tidak hawatir terjadi mudharrat dan terbangkalainya hak-hak, baik yang wajib ataupun sunnah. Wallahu a’lam

Referensi:
Mughnil Muhtaj juz 1 hal 447
Nailur Author Juz 4 hal 225

Artikel Terkait


EmoticonEmoticon