Relevansi (Hubungan) Sirah Nabawiyah dengan Al-Quran dan Hadis- Pada dasarnya, sirah nabawiyah memiliki ikatan yang tak terpisahkan dengan studi Alquran dan hadis. Ketiga cabang ilmu ini merupakan satu kesatuan yang tak terpisahkan, sehingga kurang pas jika para pengkaji tafsir atau hadis awam dalam hal sirah. Sebab, Eksistensi sirah nabawiyah berorientasi pada rekam jejak Rasulullah selaku juru bicara Tuhan dalam menyampaikan Alquran dan hadis kepada umat manusia, sehingga keberadaannya pun memiliki posisi penting yang tidak bisa diabaikan dalam memahami Alquran dan Hadis.
Sepintas, Kitab sirah memiliki kemiripan dengan kitab hadis dari sisi konten. jika kita merujuk pada kitab-kitab hadis banyak ditemukan bab tersendiri yang membahas maghazi (peperangan) yang banyak juga diabadikan dalam kitab-kitab sirah bahkan ada kitab khusus. Di samping itu, banyak hadis yang terkesan menampilkan cerita-cerita layaknya kitab sejarah seperti halnya hadisul ifki dan kisah fathu makkah seperti yang tertera dalam kitab Jami' al-Shahih. Relevansi sirah nabawiyah dengan studi Alquran dan Studi hadis semakin menguat ketika berbicara soal asbabun nuzul atau asbabul wurud. Fungsi sirah (khususnya asbabul wurud) memberikan kontribusi besar bagi para sarjana Muslim ketika ada beberapa hadis yang secara literal terkesan kontradiktif. Maka, dalam kondisi ini sirah nabawiyah tampil menjadi hakim yang menengah-nengahi dengan menampilkan data mana hadis yang datang terlebih dahulu atau dalam konteks apa hadis itu disampaikan. Sehingga, para pengkaji mampu membedakan mana yang nasikh dan mana yang masuk atau mana yang Am dan mana yang Khas dan seterusnya. Dengan begitu, kesenjangan kedua hadis dapat dipertemukan lagi.
Hal yang serupa juga dialami Alquran, di mana sirah nabawiyah (khususnya asbabun nuzul) dapat membantu para pengkaji dalam menemukan makna yang sesungguhnya dari kandungan Alquran. Tanpa kehadiran sirah, memperoleh kebenaran yang sesungguhnya dirasa absurd. Hal ini pernah dialami oleh Sahabat Urwah bin zubair yang keliru memahami surat al-Baqarah 158 hanya gara-gara tidak tahu Asbabun Nuzulnya, namun ditegor oleh Sayyidah Aisyah dengan menampilkan bukti sejarah (asbabun nuzul). Dari sini, sangat jelas bahwa relevansi ketiga cabang ilmu ini benar-benar tidak terpisahkan.
Di samping itu, referensi induk yang dipakai dalam penulisan sirah nabawiyah adalah Alquran dan Hadis. Khususnya kitab-kitab sirah yang ditulis pada generasi awal, sedangkan sirah generasi selanjutnya merujuk pada sirah generasi awal dengan mengembangkan metodologi penulisan. Dari sini, dapat kita simpulkan bahwa sirah nabawiyah butuh pada Alquran dan Hadis sebagai sumber primer dalam penulisan sedangkan studi Alquran dan Hadis butuh sirah nabawiyah untuk mengungkap asbabun nuzul atau asbabul wurud guna mendapatkan pemahaman yang utuh dan bisa dipertanggungjawabkan.
EmoticonEmoticon