Wednesday, 18 December 2019

Model-Model Penulisan Kitab Sirah Nabawiyah

Tags

Model-Model penulisan kitab sirah nabawiyah- Jelaskan masing-masing model penulisan sirah yang ada selama selama ini, dan dari keberadaan sekian banyak khazanah intelektual penulisan sirah tersebut,  menurut Anda apakah perlu ada pemilahan untuk mendapatkan sirah yang otentik? 

Perkembangan keilmuan dari generasi ke generasi meniscayakan perbedaan model dalam penulisan ilmu, termasuk sirah nabawiyah. Perkembangan itu merupakan sunnatullah yang tak bisa dihindari, mengingat kebutuhan suatu era dengan era yang lain sangat berbeda sehingga suguhannya pun harus berbeda. 

Secara garis besar,  ada beberapa model yang digunakan para ulama untuk merekam sirah nabawiyah, di antaranya adalah model Ibnu Hisyam, seperti kitab al- sirah al-Nabawiyah karya Abu Hasan an-Nadwi. Ada juga ulama yang menfokuskan karyanya pada al-maghazi wa al-Siyar saja, seperti yang dilakukan oleh Ibnu Abi Syaibah saat menulis kitab "Kitab al-Maghazi". Tidak hanya itu,  ada pula yang menulis dengan model al-Sirah wa al-Tarikh seperti kitab Tarikh Ali al-Barahin karya Imam Empat. Ada juga model al-Sirah al-Hadhoriyah al-Syamilah seperti kitab Muhammad al-Risalah wa al-Rasul  karya Nazmi Lupa. 

model penulisan kitab sirah nabawiyah

Pada era kontemporer ini, ada model penulisan yang berusaha menggali hukum Islam dengan menjadikan sirah nabawiyah sebagai acuan. Artinya, mereka menampilkan sirah nabawiyah untuk kemudian dijadikan payung hukum atas suatu kejadian dan tentunya masih menyesuaikan dengan Alquran dan hadis. Model semacam dipakai oleh Syekh Said Ramadhan al-Buthi dalam menulis kitab Fiqh al-Sirah. 

Adapun mengenai apakah perlu ada pemilahan untuk mendapatkan sirah yang otentik, menurut hemat penulis otentisitas data sejarah hanya bisa dibuktikan dengan metodologi al-Jarhu wa al-Ta'dil sebagaimana yang diberlakukan pada hadis. Sebab, ini berkaitan dengan data yang tidak bisa dinalar apalagi diangan-angan. Data benar-bebar bisa disebut otentik apabila disampaikan oleh mereka yang memiliki kredibilitas tinggi dalam keruhaniaanya (Islam, menjaga muru'ah, bukan pendusta, tidak fasik dan lain-lain)  serta kekuatan hafalan yang luar biasa, sehingga kemungkinan berdusta dan kesalahan hafalan apalagi pemalsuan data dirasa sangat minim sekali. Berbeda dengan cabang ilmu yang bisa dijangkau dengan nalar atas suatu teks seperti ilmu Fikih dan lain sebagainya. Hukum-hukumnya masih bisa dinalar oleh mereka yang hidup jauh dari wajah Islam awal. Tapi tidak dengan data sejarah. 

Artikel Terkait


EmoticonEmoticon